Kamis, 24 November 2011

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA

TUGAS EKONOMI KOPERASI TENGANG PERMASALALAHAN PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA NAMA : MARDIANSYAH DWI PUTRA KELAS : 2EA21 NPM : 14210198 DOSEN : NURHADI 2010-2011 Bank Dunia Paparkan Ekonomi Indonesia 2011-2012 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, MA, telah menerima kunjungan Tim Ekonomi Bank Dunia yang dipimpin oleh Dr. Franz Drees-Gross, Sector Manager of the Indonesia Sustainable Development Unit, yang disertai oleh antara lain Dr. Enrique Blanco Armas, Senior Economist, Ibu Vivi Alatas, Dr. William Wallace, Dr. Sukarno Wirokartono, Dr. Ashley Taylor, dan Dr. Henry Sandee. Menteri PPN didampingi oleh Deputi Bidang Ekonomi, Dr. Prasetijono Widjojo, MJ, MA, Deputi Bidang Sumber Daya Alam, Dr. Ir. Rr. Endah Murniningtyas, MSC., Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Usaha Kecil Menengah, Dr. Ir. Ceppie Kurniadi Sumadilaga, MA., Direktur Industri, IPTEK dan BUMN, Dr. Ir. Mesdin Kornelius Simarmata, MSc, Direktur Keuangan Negara, Dr. Ir. Leonard VH Tampubolon, MA, Direktur Perencanaan Makro, Ir. Bambang Prijambodo, MA., dan Direktur Jasa Keuangan dan Analisis Moneter, Ir. Sidqi Lego Pangesthi Suyitno, MA. Pertemuan diadakan di Ruang Rapat Menteri dan berlangsung dari pukul 09.45 sampai dengan pukul 11.50 WIB. Tim Ekonomi dari Bank Dunia diwakili oleh Dr. Enrique Blanco Armas yang menyampaikan paparan berjudul Indonesia 212, Economic Prospects and Strategic Issues. Pokok bahasannya adalah bahwa Indonesia dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya selama dua tahun kedepan, yaitu dari 6.1 persen pada tahun 2010 menjadi 6.4 persen pada tahun 2011 dan meningkat lagi menjadi 6.7 persen pada tahun 2012. Peningkatan pertumbuhan ekonomi selama dua tahun kedepan ini, menurut Tim Ekonomi Bank Dunia ini, ditopang oleh peningkatan kegiatan investasi dan peningkatan ekspor yang sejalan dengan akan semakin pulihnya ekonomi negara-negara maju tujuan ekspor Indonesia.. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat selama dua tahun kedepan ini juga dicirikan oleh semakin mengecilnya surplus transaksi berjalan yang disebabkan oleh semakin meningkatnya impor barang modal yang diperlukan untuk menopang pertumbuhan industri manufaktur. Namun, gejala peningkatan harga-harga komoditi di pasar dunia mempunyai dampak ganda, yaitu disatu pihak meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dilain pihak meningkatkan tekanan inflasi dalam negeri. Untuk periode setelah 2012, khususnya menjelang akhir tahun 2014, Tim Ekonomi ini mengatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen diperlukan upaya khusus untuk lebih meningkatkan investasi atau meningkatkan produktivitas (TFP/Total Factor Productivity). Dalam memperkirakan perkembangan ekonomi Indonesia ini, Tim Ekonomi Bank Dunia juga telah mengidentifikasi beberapa tantangan yang harus diatasi, antara lain: pertama, tingkat investasi Indonesia terhadap PDB sebesar 30 persen yang walaupun telah setara dengan berbagai negara lain, seperti China, India, dan Korea Selatan, namun daya investasi ini terhadap pertumbuhan ekonomi belum optimal; kedua, dibandingkan dengan berbagai negara ASEAN, kemajuan Indonesia dalam pembangunan infrastrukturnya masih tertinggal, ketiga, iklim usaha Indonesia masih harus lebih ditingkatkan karena ranking Indonesia di Global Rank In Doing Business, masih berada pada posisi ke-121, yang walaupun lebih baik dari Filipina dan Kambodia yang masing-masing berada pada posisi 148 dan 147, masih berada di bawah Singapura yang berada pada posisi ke-1, Thailand ke-19, dan Malaysia ke-21. Untuk lebih meningkatkan peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepan, Tim Ekonomi Bank Dunia menyarankan antara lain beberapa langkah sebagai berikut : pertama, merefomasi peraturan yang memberi keluwesan lebih besar bagi pengusaha dalam penempatan dan penghentian tenaga kerja; kedua, penyempurnaan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, ketiga, menyempurnakan kebijaksanaan subsidi BBM, yang saat ini masih sangat regresif; dan keempat, menciptakan fiscal space dan meningkatkan efisiensi penggunaannya. Mengenai Master Plan Ekonomi Indonesia yang menyangkut elemen peningkatan connectivity, maka Tim Ekonomi Bank Dunia mengatakan bahwa peningkatan ini mutlak untuk peningkatan kesatuan ekonomi Indonesia. Menteri PPN/Kepala Bappenas mengatakan bahwa dalam hal PSO, connectivity ini harus dilihat tidak hanya dari segi pembangunan infrastrukturnya, tetapi juga dari segi penyempurnaan kelembagaan aturannya untuk lebih meningkatkan daya gunanya. Beragam hambatan, masih membayangi perbaikan perekonomian Indonesia di Tahun 2011. Namun diasumsikan perekomian domestik bakal lebih baik dibandingkan tahun 2010. Berdasarkan proyeksi dari Lembaga Keuangan International ternama Bank of America, edisi Bulan Oktober 2010 dengan tema “Yet Another Dollar Crisis” perekonomian Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 4,8% – 5,2%, jauh lebih baik dibandingkan dengan Tahun 2010, yang diperkirakan hanya tumbuh 3,6%.Di antara negara-negara di kawasan Emerging Market, berdasarkan indikator ekonomi Gross Domestic Bruto (GDP), nilai return ekonomi Indonesia menduduki urutan ketiga setelah China (8,7%) dan India (5,4%), jauh di atas dibandingkan dengan nilai GDP negara kelompok G7/ industri maju, yang rata-rata di kisaran 0,4%-2,8%. Adapun proyeksi menurut bank sentral Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2010, pada kisaran 4,0% 4,5% lebih baik dari perkiraan semula, yang cuma di kisaran 3,5%-4,00% Sementara pada Tahun 2011, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara makro mencapai kisaran 5,0%-5,7%, dengan asumsi laju inflasi Year to Year di level 5% plus minus 1%. Sementara dari sisi neraca pembayaran Indonesia dan cadangan devisa, diprediksikan dengan membaiknya perekonomian global berpotensi memberi dampak positif pada kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan IV 2010 serta cadangan devisa hingga Bulan Oktober 2010 mencapai 64,5 miliar USD. Meskipun diproyeksikan perekonomian Indonesia di Tahun 2011 akan membaik, masih banyak tantangan, dan kalau tidak di kelola dengan baik berpotensi menggagalkan target pertumbuhan ekonomi versi pemerintah Soesilo Bambang Yudhoyono di atas level 5%. Beberapa faktor terse but antara lain: • Potensi naiknya harga minyak mentah dunia, dimana tahun 2011 berpeluang naik di level USD 85/barel, mengakibatkan rata-rata harga minyak, jauh di atas asumsi pemerintah melalui RAPBN 2011 yang dipatok di area USD 65/barel. Efek tersebut mendorong beban subsidi BBM makin bengkak, dan memberikan tekanan pemerintah menaikkan harga BBM, yang pada akhirnya akan memicu inflasi kembali ke double digit level (di atas 10%). • Pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur khususnya di sektor energi, transportasi, serta kelistrikan berjalan lamban, dimana dampaknya dapat mengganggu aktivitas dunia usaha. • Laju pertumbuhan ekspor masih negatif, meskipun mulai menunjukkan tanda pemulihan, secara agregat menunjukkan laju penurunan, seiring belum pulihnya perekonomian global serta nilai impor masih lemah, yang diindikasikan pabrik-pabrik belum beroperasi maksimum. • Potensi timbulnya krisis keuangan, di tengah recovery perekonomian global. Hal ini ditandai kembalinya krisis kredit, melalui kasus Dubai World yang mengalami gagal bayar/default atas beberapa seri obligasinya yang jatuh tempo, walaupun akhirnya pemerintah Abu Dhabi, Uni EmiratArab bersedia menggelontorkan dana bail out sebesar USD 10 miliar ke lembaga tersebut. Namun dengan adanya kasus tersebut, perbankan global kini dihadapkan krisis likuiditas, hal ini terbukti dari beban asuransi kredit beberapa bank besar di Amerika naik 10-20 basis poin, yang efeknya bagi para pelaku pasar melakukan tindakan risk aversion, peralihan dari aset-aset beresiko ke investasi save haven (US Dollar), yang pada akhirnya terjadi capital outflow. Likuiditas Perbankan dan BI Rate Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan terus meningkat serta pengelolaan likuiditas perbankan diproyeksikan menguat, yang didukung kebijakan moneter Bank Indonesia menetapkan. Giro Wajib Minimum sekunder hanya 2,5%. Proyeksi untuk target pertumbuhan kredit 2011 diperkirakan melambat di, kisaran 15%-17%, sebelumnya BI menargetkan kenaikan kredit di atas 20%, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%-5,5% dan laju inflasi year to year 4,7%-6%. Sementara dari si si suku bunga inti, berdasarkan acuan BI. BI rate bakal naik di kisaran 25 bps-50 bps menjadi 6,75%-7%, paling cepat diperkirakan di semester 1 tahun 2011 dari BI rate saat ini di kisaran 6,5%. Prediksi Komoditi Indonesia Resiko kenaikan harga komoditas dunia di tahun 2011, salah satunya komoditas beras, yang merupakan makanan pokok penduduk Indonesia. Beberapa lembaga survei komoditas, memprediksikan harga beras dunia pada tahun 2011 bakal naik dari USD 638 per metrik ton menjadi USD per metrik ton, salah satu pemicunya rencana pemerintah Philipina mengimpor beras dalam skala besar sebanyak 500.000 ton, serta India memangkas ekspor beras karena panen berkurang, dengan kondisi resiko tersebut berpotensial menyumbang kenaikan laju inflasi inti di sektor pangan dan secara otomatis berpengaruh kenaikan inflasi year to year Indonesia, yang memberikan dampak tekanan bagi bank sentral menaikkan BI rate, guna menjaga kestabilan nilai Inflasi di bawah double digit level. Resiko situasi politik kembali memanas, terkait kasus bailout Bank Century, bisa berefek negatif pada aliran danajangka pendek (hot money) milik investor asing ke pasar keuangan Indonesia, dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, yang saat ini nilainya sudah mencapai Rp 47 Triliun, Surat Utang Negara (SUN) serta pasar saham, berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah, dan menyumbang kenaikan harga barang-barang impordan inflasi. Kebijakan exit strategy moneter The Federal Reserve, AS. Di mana diproyeksikan semester 11, berpotensial besar bank sentral Amerika menaikkan suku bunga, yang saat ini masih di level rendah di kisaran 0,00 % – 0,25 %, dan efeknya bisa berimplikasi negatif terjadi capital outflow dana jangka pendek kembali ke AS, sehingga dikhawatirkan melemahkan nilai tukar rupiah, dan secara tidak langsung menaikkan laju inflasi. Me-review pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar AS beberapa bulan terakhir ini di tahun 2010, menunjukkan kondisi yang ranging, bergerak antara level 9.35D-9.570/dollar AS, hal ini karena para pelaku pasar, khususnya investor, wait and see menunggu penyelesaian kasus bailout Bank Century, sebelum menentukan arah selanjutnya, dan diperkirakan kasus tersebut membutuhkan waktu penyelesaian cukup lama, karena melibatkan pejabat pemerintah dan DPR yang menggunakan hak angket untuk menelusuri masalah tersebut. Kondisi Makro Perekonomian Indonesia Dilihat dari kondisi makro ekonomi Indonesia, sebenarnya para investor, khususnya pihak asing masih berkeinginan menempatkan investasinya, karena melihat pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi, bila dibandingkan investasi di negara-negara maju. Diproyeksikan pergerakan nilai tukar mata uang rupiah di tahun 2011 masih bergerak stabil, yang ditunjang membaiknya posisi current account, seiring pulihnya ekspor dan capital inflow Indonesia diakui dunia mampu memelihara tingkat pertumbuhan ekonomi secara rerata di atas 6 persen per tahun. Hal yang membantu capaian itu salah satunya adalah konsumsi domestik yang kuat, dan ini masih memberi kontribusi besar dalam capaian tingkat pertumbuhan ekonomi hingga 6,7 persen pada 2012. "Sumber konsumsi domestik akan mendorong ekonomi lebih besar pada 2012," ujar Kepala Ahli Ekonomi Bank Pembangunan Asia (Asia Development Bank/ADB), Edimon Ginting, di Jakarta, Kamis. Edimon menjelaskan laju inflasi yang terjaga dan cenderung menurun, memberikan ruang bagi otoritas moneter untuk menurunkan suku bunga dan mendukung peningkatan permintaan domestik. "Ada kemungkinan inflasi bisa turun lagi, sehingga memberikan peluang agar suku bunga kembali menurun. Kebijakan moneter suku bunga dapat mendorong konsumsi domestik," ujarnya. Ginting menyatakan, pemerintah perlu mengundang minat investor asing terutama pada sector industri untuk membantu stabilitas pertumbuhan ekonomi ditengah potensi memburuknya ekonomi global. "Investasi bisa datang ke Indonesia karena saat ini fundamental dan situasi pasar sedang bagus," ujarnya.Ia melanjutkan pemerintah perlu memberikan stimulus untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur serta memperbaiki kualitas pengeluaran anggaran atau melakukan switching terhadap anggaran yang tidak bisa terserap untuk kepentingan ekonomi. Namun, menurut dia, perkiraan pertumbuhan pada 2012 menjadi jauh lebih sulit karena gejolak ekonomi di Eropa diprediksi masih berlangsung hingga tahun depan. Ia memprediksi Indonesia hanya mencapai perkiraan angka 6,3-6,7 persen karena kontribusi ekspor yang menurun serta potensi pelambatan investasi."Pertumbuhan ekspor yang tinggi pada tahun ini akan sulit tercapai tahun depan. Pemerintah berupaya melakukan diversifikasi ekspor ke Afrika dan Amerika Latin, tapi akan sulit mengingat produk Indonesia masih relatif baru di pasar tersebut, "ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar